Header Ads

Dalam Sistem Demokrasi yang Busuk, Yuyun Bukanlah yang Terakhir

Opini Dakwah. Pidana pembunuhan dan perkosaan merupakan kejahatan seksual serius yang layak menjadi musuh bersama dan bila nyawanya selamat, korban perkosaan harusnya mendapat perhatian yang besar dari negara, masyarakat, dan keluarga untuk bisa keluar dari traumanya. Kini publik menyoroti tingginya kasus kekerasan seksual (perkosaan) terhadap perempuan cukup tinggi di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Sedikitnya Woman Crisis Centre (WCC) Bengkulu mencatat ada sembilan selama empat bulan terakhir tahun 2016 ini. Adapun Yuyun sebagai puncak gunung es.

Hampir sebulan yang lalu, Yuyun ditemukan di semak belukar kebun karet tak jauh dari pemukiman warga dengan kondisi tidak bernyawa. Kasus pemerkosan yang disertai pembunuhan terhadap Yuyun, siswi SMP 5 Satu Atap Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT), Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu sudah terbongkar oleh aparat kepolisian 12 dari 14 pelaku telah diringkus dan dinyatakan sebagai tersangka. Dua lainnya masih menjadi buronan. Sedangkan 12 pelaku yang telah ditangkap, dua di antaranya telah menjalani masa persidangan. Kini telah masuk pada agenda penuntutan. Sementara 10 tersangka sebentar lagi akan ikut mempertanggungjawabkan perbuatannya di meja hijau. Dari hasil pemeriksaan aparat Polres Rejang Lebong dan Polsek PUT, pelaku menodai korban hingga menghabisi nyawanya sangat begitu sadis dan tidak manusiawi.

Tanpa memakai sehelai pakaian, kedua tangan terikat, wajah lebam dan berulat serta kulit yang mulai mengelupas. Tak mungkin rasanya ia ditemukan kalau bukan karena bau busuk menyengat. Yuyun adalah seorang gadis SMP kelas II di SMPN 5 Satu Atap Padang Utak Tanding (PUT) biasa yang harusnya sedang menikmati masa remajanya. Tapi karena ulah 14 orang kriminil, ia harus meregang nyawa dengan cara yang memilukan. Dari hasil visum tersebut didapai tanda-tanda telah terjadinya kekerasan. Kemaluan dan anusnya pun menyatu. Tak dapat dibayangkan betapa sakit yang dialami oleh Yuyun ketika kejadian naas itu menimpanya. Dari visum dokter juga diduga Yuyun telah menghembuskan nafas ketika perkosaan masih berlangsung. Karena kasus ini tidak terjadi di ibukota atau kota besar melainkan di desa kecil, kasus ini terlambat menyita perhatian publik.

Mencuatnya kasus ini, dimanfatkan beberapa anggota DPR yang secara latah akan turun ke lapangan untuk memberi penyelesaian kasus ini dan sekaligus memperjuangkan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di DPR. RUU ini memang tidak menjadi prioritas, tetapi sudah dimasukkan dalam daftar tambahan RUU prioritas.

Sampai saat ini, kampanye anti kekerasan perempuan di media sosial berlangsung gencar. Tanda pagar #NyalaUntukYuyun di Twitter, Facebook, Path dan sejumlah media sosial lain mulai menarik perhatian massa sejak Senin (2/5).

Lagi dan Lagi

Tak hanya Yuyun, bulan Februari lalu, seorang anak perempuan juga diperkosa beramai-ramai oleh enam temannya yang juga masih di bawah umur. Peristiwa itu terjadi di kelurahan Talang Benih, kecamatan Curup, Bengkulu. Korban memang selamat, tapi trauma yang dialaminya hingga kini masih membekas dalam.

Tindakan pembunuhan dan pemerkosaan ini membuka catatan suram terhadap kasus serupa yang juga menimpa gadis cantik penjual angkringan bernama Eka Mayasari yang pernah mencuat di publik. Diberitakan sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY berhasil membekuk pelaku pembunuhan terhadap Eka Mayasari yang ditemukan meninggal di kontraknya kawasan Janti, Banguntapan, Bantul, (02/05/2015) lalu.Tersangka berinisial RMZ (19) yang tak lain merupakan pelanggan angkringan korban. Pengamen yang tinggal di Wirogunan, Mergangsan, Yogyakarta ini ditangkap Polisi setelah bersembunyi di kamar kos ibunya di kawasan Kutoarjo, Jawa Tengah, (20/05/2015).

Miris, Pelaku membunuh korban lantaran tak dipinjami uang sebesar Rp 10 ribu. Tersangka membunuh korban dengan memukul bagian tengkuk belakang menggunakan palu. Setelah tak berdaya, pemuda yang kesehariannya sebagai pengamen tersebut menyeret dan memperkosa korban hingga akhirnya ditemukan tak bernyw. Jelas ancaman hukuman 10 tahun yang dijalani pelaku sangat tidak setimpal dengan hilangnya nyawa Eka Mayasari.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang kini mendorong pemerintah supaya segera mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah masuk dalam Prolegnas 2016, karena aturan-aturan yang ada sudah tidak lagi bisa merespon isu kekerasan seksual secara komprehensif. Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual tahun 2016 naik menjadi peringkat kedua dengan jumlah kasus perkosaan mencapai 2.399 kasus atau 72 persen, pencabulan mencapai 601 kasus atau 18 persen, sementara kasus pelecehan seksual mencapai 166 kasus atau 5 persen.

Bau Tengik Demokrasi

Kelompok liberal pemuja demokrasi yang anti syariah Islam perlu tahu, melihat fakta  tingkat pemerkosaan yang semakin tinggi di negeri ini. Perlu mencatat, angka pemerkosaan yang tinggi justru terjadi di negara-negara demokratis sekuler yang justru tidak menerapkan syariah Islam. Tentu saja bukan ingin  menyatakan bahwa di negara-negara Arab tidak terjadi pemerkosaan, karena negara-negara Arab juga bukanlah potret negara yang benar-benar menerapkan syariah Islam. Yang ingin kita soroti adalah kegagalan negara-negara demokratis untuk melindungi wanita dari kejahatan seksual. Nilai-nilai liberal yang mereka agung-agungkan justru menjadi sumber malapetaka.

Di saat pemerintah Barat terus mengekspor “demokrasi” pada dunia Islam sebagai sistem terbaik dalam menjamin martabat dan hak-hak perempuan, maka negeri demokratis terbesar di dunia ini justru dengan spektakuler telah gagal dalam melindungi kaum perempuannya. Kejahatan seksual dengan tingkat yang mengerikan, membuktikan sikap longgar penguasa dalam menjaga martabat perempuan, dan sikap apatis dari rejim Jokowi dalam menjamin keamanan perempuan yang merupakan hasil dari kultur liberal yang secara rutin dan sistematis merendahkan nilai kaum perempuan. Kultur yang dibanggakan oleh kaum feminis dan kaum liberal.

Penyelesaian kasus Yuyun dengan menangkap dan mengadili ke-14 pelaku saja jelas sangat tidak cukup. Upaya legislasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan sekaligus kampanye pendidikan seksual yang lebih komprehensif untuk mencegah kekerasan berbasis gender jug tidak akan ampuh untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan.

Masalahnya adalah demokrasi itu sendiri. Sistem demokrasi sekuler liberal yang dipraktekan Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya, telah menampilkan kaum perempuan sebagai obyek untuk dimainkan sekadar memuaskan hasrat kaum lelaki, melakukan seksualisasi masyarakat, mendorong individu untuk mengejar keinginan egois jasmaniah mereka, mempromosikan hubungan di luar nikah, memelihara kultur pergaulan bebas dan memurahkan hubungan antara pria dan wanita. Semua ini telah menumpulkan kepekaan terhadap rasa jijik yang seharusnya dirasakan kaum lelaki, saat martabat kaum perempuannya dinodai. Ini membuktikan bahwa demokrasi sistem rusak dan negara pengusungnya abai dalam memberikan rasa aman rakyatnya.

Solusi Pidana dalam Islam

Syariah Islam secara komprehensif menjaga kehormatan wanita dengan pakaiannya yang menutup aurat, terpisahnya kehidupan pria dan wanita kecuali ada kebutuhan syar’i yang dibolehkan.  Islam hanya melegalkan hubungan seksual pria dan wanita melalui lembaga pernikahan yang mulia dan penuh tanggung jawab. Syariah Islam tentu saja tidak membiarkan segala aktifitas yang melecehkan wanita, tidak membiarkan wanita menjadi obyek seksual seperti industri hiburan penuh syahwat atau bisnis pornografi. Meskipun secara ekonomi mungkin menguntungkan.

Dalam Islam, pemimpin adalah perisai bagi rakyatnya, semesinya bisa memberikan rasa aman, dan kesejahteraan. Wanitapun dijaga kemuliaannya, tidak pernah dibebankan nafkah kepadanya, ketika pergipun harus dipastikan aman untuknya, bahkan dalam waktu tertentu harus disertai mahramnya. Kelak sang pemimpin juga akan dihisab oleh Allah SWT atas abainya terhadap penunaian kewajiban tersebut.

Kehormatan wanita pun semakin terjaga dengan keberadaan lembaga pengadilan yang bersikap tegas dan adil berdasarkan syariah Islam untuk menghukum siapapun yang merusak dan melecehkan kehormatan wanita. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah : 50).

Dalam Islam jika perempuan diperkosa dan mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu kesaksian empat laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka laki-laki itu dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukan muhshan, dan dirajam hingga mati jika dia muhshan. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358).

Namun, jika perkosaan disertai pembunuhan, maka al-Quran telah menyatakan dengan tegas :
“Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mu’min, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[TQS An Nisaa’ (6):92] 

Ayat-ayat di atas dilalahnya qath’iy menunjukkan bahwa pembunuhan yang dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat adalah perbuatan haram. Adapun sanksi bagi orang yang melakukan pembunuhan adalah qishash, atau membayar diyat. Sanksi qishash dijatuhkan pada kasus pembunuhan sengaja, dan pelaku pembunuhan tidak mendapatkan pemaafan dari pihak keluarga yang dibunuh. Jika pelaku pembunuhan mendapatkan pemaafan dari keluarga korban, maka pelaku pembunuhan tersebut harus menyerahkan diyat syar’iy kepada keluarga korban. Sedangkan untuk kasus-kasus pembunuhan selain pembunuhan sengaja, maka pelaku hanya diwajibkan membayar diyat.

Berserikat Dalam Pembunuhan

Jika pembunuhan dilakukan secara berkelompok, maka orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan tersebut wajib dikenai sanksi qishash (bunuh balik). Alasannya, hadits-hadits yang berbicara tentang sanksi pembunuhan, mencakup pelaku pembunuhan tunggal maupun berkelompok. Misalnya, di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudziy disebutkan;

وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يَعْفُوَ وَإِمَّا أَنْ يَقْتُلَ

“Barangsiapa terbunuh, maka walinya memiliki dua hak; memberikan pengampunan, atau membunuh pelakunya.” Hadits ini mencakup kasus pembunuhan yang dilakukan secara tunggal atau berkelompok.

Dalil lain yang menunjukkan bahwasanya sekelompok orang harus dikenai sanksi yang sama jika berserikat dalam sebuah pembunuhan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudziy dari Abu Sa’id al-Khudriy dan Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda;

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشِيِّ حَدَّثَنَا أَبُو الْحَكَمِ الْبَجَلِيُّ قَال سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ وَأَبَا هُرَيْرَةَ يَذْكُرَانِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الْأَرْضِ اشْتَرَكُوا فِي دَمِ مُؤْمِنٍ لَأَكَبَّهُمْ اللَّهُ فِي النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ وَأَبُو الْحَكَمِ الْبَجَلِيُّ هُوَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي نُعْمٍ الْكُوفِيُّ

“Seandainya penduduk langit dan penduduki bumi berserikat dalam (menumpahkan) darah seorang Mukmin, sungguh Allah swt akan membanting wajah mereka semua ke dalam neraka”.[HR. Imam Turmudziy] 

Topik yang dibahas di dalam hadits ini adalah pembunuhan yang dilakukan secara berkelompok atauperserikatan dalam sebuah pembunuhan. Semua pelakunya mendapatkan ganjaran yang sama.
Imam Malik menuturkan sebuah riwayat dari Sa’id bin Musayyab ra sebagai berikut:

و حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَتَلَ نَفَرًا خَمْسَةً أَوْ سَبْعَةً بِرَجُلٍ وَاحِدٍ قَتَلُوهُ قَتْلَ غِيلَةٍ وَقَالَ عُمَرُ لَوْ تَمَالَأَ عَلَيْهِ أَهْلُ صَنْعَاءَ لَقَتَلْتُهُمْ جَمِيعًا

“Sesungguhnya Umar ra menjatuhkan sanksi bunuh kepada lima atau tujuh orang yang berserikat dalam membunuh seseorang; yang mana mereka semua membunuh seorang laki-laki dengan tipu daya”.[HR. Imam Malik] 

Di dalam riwayat lain dituturkan bahwasanya ‘Umar pernah bertanya kepada ‘Ali ra tentang pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap seseorang. ‘Ali bertanya kepada ‘Umar, apa pendapatmu seandainya ada sekelompok orang mencuri barang, apakah engkau akan memotong tangan mereka? ‘Umar menjawab, “Ya.” Ali menukas, “Demikian pula pembunuhan.”

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan; jika sekelompok orang bersekutu, dua orang, atau lebih untuk membunuh seseorang, semuanya dikenai sanksi. Semuanya harus dikenai sanksi pembunuhan meskipun pihak yang terbunuh hanya satu orang.

Adapun delik dan sanksi yang dijatuhkan kepada orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan berkelompok itu tergantung dari keterlibatannya dalam pembunuhan tersebut. Jika seseorang terlibat dalam pemukulan terhadap pihak yang terbunuh, maka ia terkategori sebagai orang yang terlibat dalam pembunuhan secara pasti.

Adapun, jika seseorang tidak berlibat dalam pemukulan secara langsung, maka, hal ini perlu dilihat. Jika ia berposisi sebagai orang yang memudahkan terjadinya pembunuhan, seperti menghentikan pihak yang hendak dibunuh, lalu orang tersebut dibunuh oleh pelaku pembunuhan, atau menyerahkan korban kepada pelaku pembunuhan, ataupun yang lain-lain, maka orang tersebut tidak dianggap sebagai pihak yang turut bersekutu dalam pembunuhan, akan tetapi hanya disebut sebagai pihak yang turut membantu pembunuhan. Oleh karena itu, orang semacam ini tidak dibunuh, akan tetapi hanya dipenjara saja. Imam Daruquthniy mengeluarkan hadits dari Ibnu ‘Umar dari Nabi saw, beliau bersabda, “Jika seorang laki-laki menghentikan seorang pria, kemudian pria tersebut dibunuh oleh laki-laki yang lain, maka orang yang membunuh tadi harus dibunuh, sedangkan laki-laki yang menghentikannya tadi dipenjara.” Hadits ini merupakan penjelasan, bahwa orang yang membantu dan menolong [pembunuh] tidak dibunuh, akan tetapi hanya dipenjara. Namun demikian, ia bisa dipenjara dalam tempo yang sangat lama, bisa sampai 30 tahun.‘Ali bin Thalib berpendapat, agar orang tersebut dipenjara sampai mati. Diriwayatkan oleh Imam Syafi’I dari ‘Ali bin Thalib, bahwa beliau ra telah menetapkan hukuman bagi seorang laki-laki yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, dan orang yang menghentikan (mencegat korban). Ali berkata, “Pembunuhnya dibunuh, sedangkan yang lain dijebloskan di penjara sampai mati.”

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, semua orang yang tidak bersekutu dalam pembunuhan hukumnya dipenjara, bukan dibunuh. Sedangkan orang yang bersekutu dalam pembunuhan maka ia harus dibunuh, apapun keterlibatannya. Oleh karena itu, orang yang bersekutu secara langsung, bersekutu sebagai pihak otak pembunuhan, dan eksekutor lapangan, pengatur taktik pembunuhan, dan lain sebagainya; maka, semuanya dianggap sebagai pihak yang bersekutu atau terlibat dalam pembunuhan.Alasannya, mereka semua terlibat dalam pembunuhan secara langsung. Dan semua orang yang perbuatannya dianggap bersekutu dalam pembunuhan, hukumnya dibunuh, layaknya pembunuh langsung. Sedangkan orang yang mempermudah pembunuhan, tidak dianggap sebagai pihak yang bersekutu dalam pembunugan, baik dalam secara langsung maupun tidak langsung.

Cukup! Yuyun yang Terakhir

Derita Yuyun dan korban-korban pembunuhan sebelum dan sesudahnya, hendaknya memanggil kita serta menyadari bahwa karena kejahatan system dan media sekuler tidak berhenti di tingkat perusakan dan penawaran gaya hidup Barat sebagai model kehidupan, namun sudah masuk ke ranah memarjinalkan kaum muslimin tanpa disadari.

Semua ini tentunya menjadi pengingat yang tegas bahwa tidak secuil pun kebaikan dapat datang kepada putri-putri umat ini melalui sistem demokrasi sekuler kufur buatan manusia yang telah nyata terbukti tidak mampu memecahkan begitu banyak masalah politik, ekonomi, dan sosial yang mempengaruhi perempuan di dunia Muslim dan di negara-negara lain dari Timur ke Barat.

Oleh karena itu, melanjutkan kehidupan sepanjang jalan demokrasi di negeri-negeri Muslim kita hanya bagaikan memegang janji akan kegagalan berulang kali bagi kaum perempuan di bumi Nusantara ini. Buah apa yang dapat dipetik dari perjuangan untuk suatu sistem yang cacat seperti ini -di mana kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi, dan kemiskinan menjangkiti kehidupan jutaan perempuan di seluruh dunia- yang dapat diperoleh kaum perempuan di dunia Muslim, selain kekecewaan yang lebih mendalam, penghinaan, penderitaan, dan mimpi-mimpi yang hancur?

Ainun Dawaun Nufus – Pengasuh Taman Al Qur’an Ihsasul Fikri Badas Kediri (MHTI Kediri)

Tidak ada komentar